A. Pasar
Persaingan Sempurna dan Pasar Persaingan Tidak Sempurna
Manusia
adalah makhluk ekonomi. Di dalam kehidupan manusia, manusia senantiasa bertemu
dengan istilah demand, supply, consume, and produce. Hal ini
terjadi baik disadari maupun tidak. Semua permintaan dan penawaran akan
berinteraksi di pasar. Pembagian macam pasar sangat banyak, mulai dari menurut
waktunya, jenis barangnya, hingga pola interaksi pasarnya. Pola-pola pasar
dalam kehidupan manusia memiliki dua titik ekstrem yaitu persaingan sempurna
dan monopoli. Kedua bentuk pasar ini mendekati mustahil atau sulit untuk
ditemui di kehidupan manusia. Menurut Eeng Ahman, pelaku di pasar persaingan
sempurna dalam hakikatnya tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk memengaruhi
harga pasar. Harga pasar ditentukan oleh mekanisme pasar yaitu interaksi demand
and supply. Untuk memasuki pasar ini tidak ditemukan sama sekali hambatan
sehingga jumlah penjual dan pembeli sangat banyak, dan semua jenis barangnya
homogen. (Eeng Ahman, 2008:56). Oleh karena itu, sulit sekali untuk menemukan
contoh mekanisme pasar persaingan sempurna.
Di
sisi lain terdapat titik ekstrem berikutnya yaitu monopoli.
Bagaimanakah bentuk pasar monopoli? Sebenarnya di antara dua titik ekstrem ini
terdapat jenis pasar yang justru sering kita temui di masyarakat. Bentuk pasar
tersebut di antaranya oligopoli yang secara tidak sadar kita jumpai dalam pasar
operator handphone, pasar monopolistic competitionyang
sebenarnya tercermin jelas di pasar sabun mandi di Indonesia, dan jenis pasar
lainnya. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai bentuk monopoli dan
oligopoli.
B. Pasar
Monopoli
a. Pengenalan
Pasar Monopoli
Titik ekstrem pasar yang kedua adalah
monopoli. Mengapa monopoli bisa terjadi? Menurut Thomas M. Beveridge dalam
bukunya Case and Fair menjelaskan monopoli bisa terjadi karena
adanya regulasi dari pemerintah, adanya kepemilikan ide, terbatasnya
substitusi, hambatan masuk pasar yang sangat besar, hingga monopoli alamiah.
(Beveridge, 2008). Pernyataan Beveridge di atas dapat kita lihat dalam fenomena
kehidupan kita, seperti PT PLN yang memiliki regulasi dari pemerintah
sebagai monopolist listrik di Indonesia, selain itu PLN juga
memproduksi barang yang sangat sulit substitusinya yaitu listrik. Apabila
sebuah perusahaan ingin memasuki pasar listrik di Indonesia, ia akan menemui
hambatan yan sangat besar. Walaupun di Indonesia tidak ada regulasi dari
pemerintah, sebuah perusahaan yang ingin memasuki pasar listrik harus memiliki
modal yang sangat besar. Dalam uraian ini terlihat ciri-ciri dari pasar
monopoli. Eeng Ahman dalam bukunya memberikan ciri-ciri pasar monopoli yaitu:
1. Jumlah
penjualnya yang ada di pasar hanya satu.
2. Penjual
sebagai price maker.
3. Hambatan
untuk masuk pasar sangat besar.
4. Informasi
dalam pasar sangat terbatas (terjadi asymmetry information menurut
Nordhaus). (Eeng Ahman, 2008).
b. Permintaan,
Biaya, serta Pendapatan yang Dihadapi Monopolist
c. Defisiensi
Output dalam Monopoli
Untuk semua struktur pasar, harga adalah
lambang yang digunakan konsumen untuk menunjukkan penilaian terhadap suatu
barang. Dalam bukunya Economics, Paul A. Samuelson menjelaskan
bahwa di mana-mana perusahaan-perusahaan yang bersaing memberikan kepada
masyarakat apa yang mereka inginkan dengan berproduksi sampai tingkat P=MC.
(Samuelson dan Nordhaus, 1985: 167). Tetapi dalam perusahaan monopoli sering
terjadi defisiensi output atau barang yang diproduksi.
C. Pasar
Oligopoli: Persaingan antara Segelintir Perusahaan
a. Oligopolis, antitrust, dan Price
Leader
Kita telah memahami mengenai dua titik
ekstrim yang ada dalam struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar
monopoli. Dalam kehidupan nyata kita akan lebih sering menjumpai bentuk pasar
oligopoli. Pasar Oligopoli memiliki asal kata yaitu oligos yang
artinya beberapa dan poli yang artinya penjual. Sehingga pasar
oligopoli adalah struktur pasar yang hanya terdiri dari 3-10 perusahaan (Eeng
Ahman, 2008). Perbankan dan Operator Telepon hanyalah dua di antara puluhan
contoh pasar oligopoli di Indonesia.
Pada masa awal kapitalisme, para
oligopolis kadang-kadang membentuk sebuah kartel atau trust. Mereka
menyadari bahwa di antara perusahaan-perusahaan ini memiliki ketergantungan (interdependence)
sehingga untuk memaksimalkan laba mereka membentuk kartel. Sayangnya, kartel
seringkali merugikan pembeli ataupun perusahaan lain yang tidak tergabung dalam
kartel. Oleh karena itu, keluarlah kebijakan antitrust dalam
perekonomian di berbagai belahan dunia.
Nordhaus dan Samuelson dalam bukunya
kembali menjelaskan bahwa tanpa adanya price leader atau
penuntun harga para perusahaan di pasar oligopoli akan memberikan harga yang
relatif sama pada pembeli (Nordhaus dan Samuelson, 1985:183). Kita dapat
melihat fenomena ini pada pasar operator telepon yang memberikan tarif yang
relatif sama untuk SMS dan menelepon.
b. Oligopoli
dan Kinked Curve Demand
Fenomena unik terjadi di pasar
oligopoli, karena persaingan yang terjadi bukanlah persaingan harga, maka
terciptalah kinked curve demand. Untuk lebih jelasnya mari
kita lihat gambar berikut:
Perusahaan yang berada dalam pasar
oligopoli akan saling bergantung dalam masalah harga, oleh karena itu apabila
terjadi persaingan harga, konsumen akan diuntungkan. Dari gambari kurva
permintaan patah (kinked curve demand) di atas kita dapat menganalisis
mengapa persaingan harga tidak efektif dalam pasar Oligopoli. Bayangkan bahwa
harga keseimbangan awal ada di P1. Maka apabila Telkomsel menaikkan harga
(dalam hal ini tingkat pulsa untuk menelepon) operator lainnya tidak akan
mengikuti tindakan tersebut sehingga penurunan pengguna Telkomsel akan sangat
drastis. Mengapa? Karena orang-orang bisa bebas memilih pindah ke
operator-operator lain yang tidak menaikkan harganya. Sehingga dalam hal ini,
apabila oligopolis menaikkan harga maka akan terjadi permintaan yang sangat
elastis.
Namun, apabila suatu saat Indosat
menurunkan harga (tarif pulsanya), operator-operator lain yang takut kehilangan
pengguna operator mereka, akan ikut menurunkan harga juga. Sehingga peningkatan
pengguna Indosat juga tidak pesat meskipun dia menurunkan harga. Dalam hal ini,
permintaannya bersifat inelastis. Melihat analisis di atas bisa dilihat
penggunaan persaingan harga tidaklah efektif bagi perusahaan di pasar
oligopoli. Pasar oligopoli lebih sering menggunakan persaingan non-harga
seperti iklan dan branding.
Sumber Bacaan:
Ahman, Eeng. 2008. Membina
Kompetensi Ekonomi. Jakarta: PT Grafindo
Beveridge, M. Thomas. 2008. Case
and Fair. Jakarta: PT Erlangga
Samuelson, A. Paul dan Nordhaus.
1985. Economics. Jakarta: PT Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar